Adventure Never Die !!!

Adventure Never Die Slideshow: FrannyMWM’s trip from Manado, Sulawesi, Indonesia to 11 cities Bali, Jakarta, Mataram, Makassar, Palembang, Banda Aceh, Bunaken, Tomohon, Likupang (near Pulisan), Tondano and Ratahan (near Bentenan) was created by TripAdvisor. See another Indonesia slideshow. Create a free slideshow with music from your travel photos.

Jumat, 31 Desember 2010

Revitalisasi Peran Mahasiswa dan Organisasi Mahasiswa “Sebuah Refleksi Agar Kita Tidak Mengingkari Eksistensi Kita Sebagai Mahasiswa”


Mahasiswa adalah salah satu pilar utama kekuatan moral dan politik sebuah negara. Hal ini tidak lain karena mahasiswa adalah bagian dari pemuda yang menjadi tempat terkonsentrasinya kekuatan-kekuatan moral masyarakat suatu negara untuk memperjuangkan kepentingan mereka. Potensi peran ini pun telah disadari dan dibuktikan oleh mahasiswa Indonesia yang telah menorehkan tinta emas sejarah dalam pergerakan mereka.
Negara ini berdiri tidak lain karena kekuatan kaum terpelajarnya terutama dari kalangan mahasiswa. Mahasiswa dan pemuda menjadi tokoh sentral dan penggagas pergerakan nasional yang menjadi cikal bakal kemerdekaan Indonesia. Runtuhnya rezim tirani Orde Lama dan Orde Baru, juga tidak lain adalah bentuk perjuangan mahasiswa Indonesia. Masih banyak lagi momentum bersejarah bangsa ini yang telah ditorehkan oleh pendahulu-pendahulu kita, mahasiswa Indonesia.
Akan tetapi masa keemasan itu seakan mulai redup ketika kita menyaksikan realitas mahasiswa Indonesia sekarang. Saat ini sebagian besar mahasiswa Indonesia terjebak dalam ruang apatisme, skeptis, hedonisme dan lebih mementingkan diri sendiri dibanding kepentingan masyarakat umum. Radikalisme dari modernisasi juga menjerumuskan mahasiswa Indonesia. Gaya hidup mewah ala “barat” pun menjadi pilihan.
Budaya konsumerisme, pergaulan bebas, dan narkoba menjadi hal yang familiar di kalangan sebagian mahasiswa Indonesia saat ini. Mahasiswa Indonesia saat ini tidak lagi mengetahui siapa mereka sebenarnya. Mereka tidak lagi tahu, atau tahu tetapi tidak mau memanfaatkan peran dan potensi yang mereka miliki terutama untuk membangun bangsa ini ke arah yang lebih baik.
Kilas Balik Pergerakan Mahasiswa Indonesia 1)
Sebut saja gerakan Boedi Utomo 1908, Gerakan Pemuda 1928, Angkatan ’66, Malari 1974, dan yang paling fenomenal tahun ’98 adalah serangkaian kontribusi moral dan pemikiran mahasiswa dalam konstelasi kehidupan bernegara. Mereka rela meninggalkan bangku kuliah, menempatkan diri sebagai oposisi terhadap birokrat kampus bahkan birokrat pemerintahan.
Soekarno, Hatta, Sjahrir, Arief Rahman Hakim, Soe Hok Gie, dan selainnya, adalah segelintir tokoh pemuda dan mahasiswa yang mampu membuktikan kepekaan dan kepedulian mereka terhadap kondisi kehidupan bangsa ini. Mereka ke kampus tidak untuk menjadikan sertifikat lulus sebagai orientasi studi. Tidak menjadikan gelar sarjana, doktor, ataupun profesor sebagai tujuan utama pendidikan tinggi mereka. Bahkan mereka lebih memfokuskan bagaimana agar rakyat terbebas dari belenggu feodalisme dan kolonialisme. Bagaimana agar rakyat dapat menikmati apa yang seharusnya mereka dapatkan dari bumi nusantara mereka. Bagaimana rakyat tidak mengalami penindasan, tidak menjadi budak di negeri sendiri.
Sejarah juga mencatat bahwa kelahiran dan pembentukan negara ini melibatkan peran besar pemuda dan mahasiswa. Bagaimana pada zaman pergerakan nasional, organisasi Boedi Utomo menjadi pelopor gerakan mahasiswa. Lalu kemudian dilanjutkan dengan lahirnya berbagai macam organisasi pemuda dan mahasiswa lainnya. Perhimpunan Indonesia di Belanda, atau PNI yang mulai memasuki ranah perpolitikan, adalah pioneer-pioneer dari pergerakan mahasiswa dan kepemudaan.
Pada era-era setelah kemerdekaan pun gerakan mahasiswa masih tetap eksis mengawal jalannya pemerintahan. Tahun 1948 lahir Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang mulai berhimpitan kepentingan dengan PKI. Disusul lahirnya berbagai organisasi mahasiswa lain seperti GMNI, PMKRI, CGMI (Central Gerakan Mahasiswa Indonesia, salah satu basis PKI) yang mulai menampakkan eksistensi dan kepentingan masing-masing. Pada akhir-akhir era pemerintahan Soekarno, semua elemen gerakan mahasiswa bahkan bersatu dalam sebuah organisasi baru bernama KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia). KAMI jugalah yang menjadi motor penggerak gerakan ’66 yang meneriakkan tiga tuntutan yang sangat terkenal, yakni Tritura (Tiga Tuntutan Rakyat). Salah satu isinya adalah pembubaran PKI dan aksi ini mendapat dukungan dari militer. Hal ini disebabkan saat itu dalam internal militer terpecah menjadi dua kubu, yakni yang pro Soekarno dimana Soekarno semakin lengket dengan PKI, dan militer yang anti komunis sehingga mendukung aksi angkatan ’66.
Tahun-tahun berikutnya di awal pemerintahan Soeharto, mahasiswa kembali menunjukkan keprihatinan mereka atas kondisi perekonomian bangsa. Penanaman Modal Asing (PMA) sangat berlebihan sehingga investor asing sangat mendominasi perekonomian bangsa. Puncaknya adalah dengan peristiwa Malapetaka Lima Belas Januari 1974 (Malari), ketika Hariman Siregar sebagai ketua Dewan Mahasiswa UI memimpin aksi pengepungan di Bandara Halim Perdana Kusuma. Peristiwa itu sebagai bentuk penyambutan kedatangan PM Jepang Tanaka Kakukei yang berkunjung pada 14-17 Januari ke Indonesia.
Terlepas dari dimanfaatkannya aksi mahasiswa saat itu untuk membuat kekacauan (Pasar Senen hangus terbakar dan dijarah), aksi saat itu terbilang fenomenal karena beberapa kurun waktu setelah itu IGGI yang menjadi penyebab menumpuknya modal asing di Indonesia pun dibubarkan (meskipun kemudian diganti dengan CGI).
Tahun-tahun berikutnya pemerintahan Soeharto semakin menekan pergerakan mahasiswa dengan membubarkan dan menyatakan KAMI sebagai organisasi terlarang. Mahasiswa juga dikekang dalam kampus dengan pemberlakuan NKK/BKK yang melarang demo mahasiswa dan melarang adanya perkumpulan lebih dari lima orang. Tetapi kondisi rakyat yang terpuruk di bawah tirani militeristik memaksa mahasiswa turun ke jalan lagi. Puncaknya adalah tahun 1998 ketika puluhan ribu mahasiswa dan rakyat menduduki gedung MPR dan memaksa Soeharto mundur dari jabatannya.
Sejarah mencatat perisitiwa fenomenal ini sebagai titik balik sejarah (historical block) pergerakan mahasiswa yang kini telah stagnan. Menandai babak baru perubahan kehidupan bernegara dalam era reformasi yang kini telah dilalui lebih dari satu dekade.
Realitas Gerakan Mahasiswa Indonesia Saat ini 2)
Setelah melalui serangkaian perjalanan yang sangat membanggakan, saat ini sepertinya gerakan mahasiswa kembali memasuki masa stagnansi. Secara psikologis hal ini bisa disebabkan karena mahasiswa melihat “mungkin” tidak ada hal yang perlu dipersoalkan saat ini (Dicky Pelupessy, FISIP UI, 2009).
Tapi kalau ditelaah lebih dalam, kenyataan di lapangan tidaklah demikian. Bahkan sangat jelas kekacauan dan kemungkinan akan kembalinya rezim otoriter baru dalam pemerintahan. Bahkan saat ini soft authoritarianism dengan sangat baik telah dilancarkan oleh pemerintah dengan atau tanpa disadari oleh mereka yang saat ini mengaku mahasiswa Indonesia (Boni Hargens, FISIP UI, 2009).
Gerakan mahasiswa saat ini kehilangan blok historis dan dianggap mati suri. Ada beberapa persoalan yang dihadapi gerakan mahasiswa saat ini. Pertama, Disorientasi. Dalam era reformasi dimana kebebasan telah diraih, mahasiswa menjadi bingung hal apalagi yang patut mereka perjuangkan. Infrastruktur pemerintahan dalam mekanisme kerakyatan telah terbangun (dengan segelintir catatan) sehingga mahasiswa kehilangan orientasi perjuangannya (Ahmad Fathul Bari, BEM UI 2006-2007, 2009).
Kedua, jati diri. Sebagian besar mahasiswa saat ini begitu ternyenyak dalam zona nyaman kehidupan mereka. Tak mau lagi mengurusi kesulitan yang dialami bangsa ini. Fokus pada studi, individualisme yang tinggi serta pemahaman akan jati diri mahasiswa yang semakin melemah. Banyak mahasiswa yang sadar atau tidak sadar telah menghianati eksistensinya sebagai mahasiswa. Mahasiswa diartikan hanya sebagai alat untuk mencapai apa yang mereka sebut cita-cita. Bukanlah suatu kesalahan memiliki pola pikir seperti itu, tetapi bukan berarti itu sebuah hal yang baik untuk dipertahankan. Terlebih dengan tuntutan keadaan yang sebenarnya menuntut mereka yang mengaku mahasiswa untuk menunjukkan jati diri mereka sebagai patriot-patriot bangsa.
Berikutnya, segmentasi gerakan. Gerakan mahasiswa saat ini juga sangat kehilangan independensinya. Banyak ORMAWA yang kini didanai oleh partai politik tertentu dan menjadi basis pengkaderan sekaligus basis kekuatan demi mencapai kepentingan partai politik yang ada. Terlebih lagi ekslusifitas gerakan seakan membuat mahasiswa saat ini bergerak sendiri-sendiri. Upaya penyatuan terlihat kurang signifikan karena dalam setiap aksinya masih saja ada upaya penonjolan almamater masing-masing kampus, emblem-emblem, simbol-simbol internal kampus, serta atribut lainnya. Hal ini berbeda dengan kenyataan dahulu dimana mahasiswa menyatukan semua elemen gerakan mereka dan meninggalkan ekslusifitas dan penonjolan almamater mereka sendiri.
Hal lain yang juga turut menjadi permasalahan gerakan mahasiswa saat ini adalah hambatan internal dari dalam kampus serta pemerintah sendiri. Dua fenomena menarik yang entah banyak disadari atau tidak. Pertama saat ini semakin banyak kampus-kampus baru yang lahir di seantero nusantara. Kampus-kampus ini pun lahir tentu saja membawa visi dari Tridharma Perguruan Tinggi, Pendidikan dan Pengajaran, Penelitian, dan Pengabdian Masyarakat.
Sebagian besar kampus yang masih baru ini justru hadir menghambat tercapainya visi dari sebuah perguruan tinggi, salah satunya melalui mutasi gerakan mahasiswa di kampus mereka. Sebuah langkah yang sebenarnya melenceng dari jati diri sebuah institusi perguruan tinggi. Sebuah institusi yang menurut Emil Durkheim (Sosiolog) adalah institusi tempat melahirkan sebuah perubahan-perubahan terbesar. Akan tetapi kampus seakan takut eksistensinya terancam sehingga dengan semena-mena mematikan gerakan mahasiswa.
Fenomena terakhir adalah beasiswa. Sadar atau tidak sadar, beasiswa saat ini telah menjadi salah satu alat entah bagi swasta terlebih pemerintah dalam mengekang pergerakan kemahasiswaan. Pendidikan yang terlalu mahal membuat sebagian besar mahasiswa berpikir cari aman dengan menempuh pendidikan berstatus beasiswa. Tanpa kita sadari ini telah dipolitisir oleh pihak-pihak yang takut dengan ancaman gerakan mahasiswa. Mereka memberikan beasiswa tidak lain untuk membuat sang Singa Pergerakan kekenyangan. Singa yang kenyang pun tak ubahnya Singa ompong. Hanya bisa diam dan tidur. Aumannya pun tidak menggetarkan lawan.
Revitalisasi Peran Mahasiswa dan ORMAWA Menuju Era Kebangkitan Intelektual Muda
Sekarang, saatnyalah kita untuk memaknai kembali eksistensi kita sebagai mahasiswa. Apakah kita hanya akan menjadikan waktu 3-4 tahun di bangku kuliah untuk melahap semua elemen kognitif dari ilmu pengetahuan, ataukah kita juga mau belajar untuk terlibat dalam upaya membangun bangsa ini ke arah yang lebih baik, dan itulah yang seharusnya kita pilih. Jangan sampai kita menghianati apalagi mengingkari eksistensi kita sebagai seorang mahasiswa.
Menghianati berarti kita mengakui eksistensi kita yang sebenarnya sebagai mahasiswa tetapi tidak mau melaksanakan perannya. Mengingkari berarti tidak mengakui sama sekali hakikat eksistensi dari seorang mahasiswa. Hakikat bahwa mahasiswa dituntut oleh masyarakat sebagai barisan terdepan dalam melakukan advokasi terhadap kepentingan rakyat.
Mahasiswa tidak diharapkan oleh masyarakat untuk ke kampus sebatas menelan pil kognitif dari ilmu pengetahuan saja. Mahasiswa mendapat beban dan tuntutan sejarah untuk keluar dari zona nyaman aktivitas akademik semata. Tidak ada kooptasi pemikiran. Jangan sampai ada yang berteriak bahwa urusan politik adalah urusan mahasiswa FISIP. Urusan ekonomi adalah urusan mahasiswa FE, dan semacamnya. Ini adalah salah satu wujud pembunuhan karakter mahasiswa dalam bentuk kooptasi (pembatasan) pemikiran yang harus diluruskan bersama.
Sebagai penutup 3), saya ingin mengajak kepada kita semua, marilah bersama kita kembali menyalakan api semangat kepedulian kita atas nasib bangsa ini. Ikhlaskan hati, tinggalkan sejenak zona nyaman kehidupan yang saat ini kita rasakan. Hidup hanya sekali. Alangkah ruginya jika kita harus mati dalam sebuah kesia-siaan hidup, tanpa melakukan suatu hal yang bermanfaat bagi orang lain, dan tentu saja bagi bangsa ini.
Inilah era kebangkitan kita. Kebangkitan Intelektual Muda Indonesia. Di saat kondisi bangsa dalam keadaan terjepit (walau kelihatannya baik-baik saja), saatnyalah kita yang kembali menyuarakan suara rakyat. Menyuarakan ketidakadilan, kemelaratan hidup yang sebenarnya hanya karena ulah sebagian pihak dengan mekanisme kekuasaan yang mereka atur sendiri.
Saatnya Singa-Singa pergerakan itu mengaum kembali. Menyatukan langkah di bawah panji-panji reformasi yang diusung pendahulu-pendahulu kita. Dan bagi kawan-kawanku yang masih tertidur lelap dalam kenikmatan hidup, Rasululah sudah mengajarkan “Sebaik-baik manusia adalah yang berguna bagi manusia lainnya …”. Karena itu sadarlah. Bangunlah dari tidurmu. Ikutlah bersama barisan pembawa amanat negeri. Berbuatlah sedikit untuk negeri ini. Kembalikan Kejayaan Mahasiswa Indonesia!
Sumpah Mahasiswa Indonesia 4)
Kami mahasiswa Indonesia bersumpah, bertanah air satu, tanah air tanpa penindasan Kami mahasiswa Indonesia bersumpah, berbangsa satu, bangsa yang gandrung akan keadilan Kami mahasiswa Indonesia bersumpah, berbahasa satu, bahasa tanpa kebohongan Hidup Mahasiswa! Hidup Rakyat Indonesia!
1) Muh. Sadam, Rangkuman Tulisan “Refleksi Peran Mahasiswa Pasca 11 Tahun Reformasi” hasil Seminar Kebangkitan Intelektual Muda, KASTRAD BEM FIB UI, 2009.
2) Op cit. hal 3
3) Ibid.
4) Sumpah yang diucapkan mahasiswa Indonesia dalam setiap aksi demonstrasi ketika meruntuhkan Rezim Orde Baru Soeharto, Mei 1998

Tidak ada komentar:

Posting Komentar